TIPS
MENGHADAPI DEBTCOLLECTOR LEASING..!
Finance,
Debt Collector, Preman & Polisi, Perubahan Strategi Finance “Menagih”
Konsumen
Maraknya perusahaan pembiayaan
atau yang lazim disebut finance, merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat
akan keinginan untuk memiliki kendaraan bermotor dan benda bergerak lainnya
secara kredit. Munculnya finance ini telah memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat, karena dengan adanya finance maka masyarakat sangat terbantu, yaitu
“cukup” dengan uang muka, motor/ mobilpun sudah bisa dibawa. Apalagi didukung
dengan Uang muka minim yang dikenakan, yaitu cukup, 5-10% dari harga kendaraan,
bahkan ada pula yang tanpa uang muka, kendaraan sudah bisa dibawa, sedangkan
sisanya diangsur.
Untuk membeli kendaraan
tersebut kepada Deler/ showroom, konsumen cukup menyediakan uang muka, misalnya
10% dari harga kendaraan, sedangkan sisanya akan dibayar oleh Finance yang
“menyetujui” untuk membayar lunas pembelian kendaraan kepada deler/showroom
tersebut. Selanjutnya konsumen tinggal mengansur hutang tersebut kepada finance
tadi hingga lunas, dengan disertai bunga yang ditentukan oleh finance.
Permasalahan akan timbul
jika konsumen tidak mampu mengangsur lagi pinjaman tersebut, sehingga
terjadilah “Kredit macet” terkait dengan pembayaran hutang tadi. Dalam kondisi
ini, biasanya finance akan menurunkan petugas/ karyawannya untuk melakukan
penagihan kepada konsumen.
Pada awalnya mungkin yang diturunkan
adalah karyawan finance tersebut, dimana rata-rata berpendidikan diatas SLTA,
baik D-3 maupun S-1, sehingga masih memiliki sopan santun dalam menagih
konsumen yang terlambat hingga konsumen melakukan pembayaran.
Akan lain lagi jika konsumen
tetap tidak memiliki kemampuan/ belum membayar, maka finance memliki strategi
lain, biasanya dengan menurunkan Debt/ Proffesional Collector untuk menagih
konsumen agar membayar. Dalam proses ini biasanya Debt/ Proffesional Collector
sudah tidak lagi menagih pembayaran hutang, tetapi berusaha mengambil kendaraan
yang dibeli oleh konsumen. Hal ini mengingat mereka bukan karyawan finance,
tetapi tenaga lepas yang dibayar apabila mendapatkan berhasil “menyita”
kendaraan milik konsumen. Kalaupun konsumen bisa membayar biasanya finance
mengenakan biaya tambahan guna membayar debt/ Proffesional Collector tadi.
Biaya tersebut biasanya disebut ganti biaya tarik, biaya pick up, pinalti, atau
istilah-istilah lain, tergantung financenya.
Dalam melakukan kegiatannya
debt/ Proffesional Collector tadi sering ataupun sudah bertindak seperti preman
agar konsumen membayar ataupun menyerahkan kendaraannya, seperti merampas,
menteror, merusak, memaki, ataupun cara –cara premanisnya lainnya. Bahkan debt/
Proffesional Collector, untuk memuluskan jalannya “eksekusi” ataupun penagihan
seringkali mengajak bekingnya, baik “oknum” polisi, TNI, ataupun preman yang
lebih senior.
Apabila cara-cara kekerasan
tersebut tidak berhasil, finance masih memiliki cara yang “cantik”. Yaitu
menyewa lawyer/ advokat kemudian melaporkan kasus kredit macet tersebut kepada
Polisi dengan tuduhan pasal 372 juncto 378 KUHP tentang Penipuan dan
penggelapan atau pasal 35 dan 36 Undang-undang no 42 tahun 1999 tentang jaminan
fidusia (UUJF). Cara-cara ini dilakukan dengan harapan agar Polisi dapat
menyita kendaraan tersebut, kemudian di “pinjam pakai” oleh finance, sehingga
kendaraan kembali kepada finance untuk dijual dan tutupkan hutang konsumen.
Menurut Achmad Junaidi, SH ,
selaku Kabiro Umum dan Pelayanan Masyarakat LPKSM, menyatakan, Cara ini cukup
ampuh, mengingat dengan dipanggil oleh polisi, melalui surat panggilan yang
menuduhkan tindak pidana, konsumen “seringkali” takut, kemudian menyerahkan
kendaraannya kepada finance. Menurut “Mantan Collctor” ini pasal-pasal yang
kenakan tersebut terkesan sangat dipaksakan, karena jelas-jelas terdapat
kelemahan secara hukum, diantaranya :
Pasal 372 dan 378 KUHP
tentang penipuan dan penggelapan : Kelemahannya terdapat pada status kendaraan,
dimana dalam pasal tersebut dinyatakan “sebagian atau seluruhnya milik orang
lain”. Hal ini tidak terpenuhi mengingat kendaraan tersebut adalah 100% milik
konsumen, sebagaimana dibuktikan dengan BPKB atas nama konsumen. Jika dirunut
kembali, maka pembelian konsumen adalah lunas 100% kepada deler/ showroom.
Sedangkan terkait dengan kekurangan uangnya, konsumen hutang kepada Finance.
Adalah Aneh jika Polisi menuduhkan pasal tersebut. Karena berdasarkan UU lalu
lintas, jelas disebukan bahwa suatu kendaraan harus memiliki surat-surat yang
lengkap, dimana dalam penjelasan dinyatakan termasuk pula BPKB, maupun STNK.
Sedangkan apabila BPKB kendaraan dijaminkan hutang, maka terjadi perubahan
“status hak milik” sebagaimana disyaratkan pada pasal ini.
Pasal 35 dan 36 Undang-undang no 42 tahun 1999 tentang Fidusia: kelemahanya terdapat pada proses perjanjian lahirnya jaminan fidusia. Seharusnya setiap perjanjian tersebut dibuat dengan notariil untuk kemudian didaftarkan kepada kantor hukum dan Ham untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Dipilihnya bentuk notariil ini guna melindungi para pihak dari tindakan gegabah dan kekeliruan, karena seorang notaries, biasanya juga bertindak sebagai penasehat bagi kdua bla pihak, disamping kewajiban notaries untuk membacakan isi aktanya, sebelum ditandatangani. Hal itu berdasarkan pada pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris. Kesalahan yang dilakukan finance adalah perjanjian tersebut dibuat dibawah tangan sehingga tidak dapat didaftarkan, untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Kalaupun ada maka akte notariil tersebut dibuat dengan kuasa dari konsumen. Hal ini jelas-jelas melanggar pasal 18 Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Pasal 35 dan 36 Undang-undang no 42 tahun 1999 tentang Fidusia: kelemahanya terdapat pada proses perjanjian lahirnya jaminan fidusia. Seharusnya setiap perjanjian tersebut dibuat dengan notariil untuk kemudian didaftarkan kepada kantor hukum dan Ham untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Dipilihnya bentuk notariil ini guna melindungi para pihak dari tindakan gegabah dan kekeliruan, karena seorang notaries, biasanya juga bertindak sebagai penasehat bagi kdua bla pihak, disamping kewajiban notaries untuk membacakan isi aktanya, sebelum ditandatangani. Hal itu berdasarkan pada pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris. Kesalahan yang dilakukan finance adalah perjanjian tersebut dibuat dibawah tangan sehingga tidak dapat didaftarkan, untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Kalaupun ada maka akte notariil tersebut dibuat dengan kuasa dari konsumen. Hal ini jelas-jelas melanggar pasal 18 Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3. Pasal 29 UUJF, tentang
Eksekusi, yang menyatakan bahwa eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek
jaminan fidusi dapat dilakukan dengan cara (a) pelaksanaan title ekskutorial
sebagaimana pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 15 UUJF), maka dampaknya tidak ada lagi
upaya hukum biasa yang bisa dilakukan, seperti verset (perlawanan), banding,
kasasi. Karena disamakan dengan putusan pengadilan yang telah “Inkrach” maka
pelaksaannya eksekusi jaminan fidusia juga sama dengan eksekusi pengadilan,
(vide pasal 4 Undang –undang No 14 tahun 1970, Pokok-pokok kekuasaan kehakiman)
yakni berdasarkan HIR bab IX tentang melaksanakan putusan hakim. Hakim akan
memanggil, memperingatkan (an manning) hingga eksekusi yang dilakukan oleh juru
sita. Terkait dengan proses eksekusi inilah juru sita pengadilan bisa meminta
bantuan aparat polisi terkait dengan proses tersebut. Hal itu dapat pula
dilihat pada pasal 441 R.v., yang menyatakan secara jelas, “Kreditur yang
memegang keputusan atau akte yang mengandung title eksekutorial bisa langsung
menghubungi dan minta juru sita untuk melaksanakan penyitaan atas harta
debitur.
Menyadari kelemahan
tersebut, seringkali Polisi tidak bisa berbuat banyak. Hal yang seringkali
dilakukan adalah memanggil konsumen, memeriksa dan menuangkan dalam BAP,
sedangkan terkait dengan kendaraan biasanya konsumen diminta untuk menyerahkan
secara sukarela, bukan melakukan penyitaan sesuai prosedur yang memerlukan
penetapan/ persetujuan Pengadilan Negeri. Setelah konsumen menyerahkan
kendaraan kepada polisi atau kepada finance, maka kasus tutup. Sehingga tidak
ada lagi kejelasan perkara, apakah merupakan tindak pidana atau perdata.
Kabiro yang membawahi divisi
hukum ini, menghimbau bagi masyarakat untuk tidak takut dalam menghadapi
finance, baik collector, maupun polisi. Apabila ada konsumen yang dilaporkan
oleh Finance atau lembaga pembiayaan, dapat menghubungi Kantor Lembaga
perlindungan konsumen untuk mendapatkan bantuan hukum.
lembaga perlindungan konsumen di kudus, cara menagih utang ke konsumen kredit motor, eksekusi jaminan pidusia yg dapat dilaporkan ke polisi, mengatasi debt collector yang menagih keluarga, uu no 36 kuhp soal fidusia
lembaga perlindungan konsumen di kudus, cara menagih utang ke konsumen kredit motor, eksekusi jaminan pidusia yg dapat dilaporkan ke polisi, mengatasi debt collector yang menagih keluarga, uu no 36 kuhp soal fidusia
Himbauan
Lsm Tumpas Batubara Kepada Masyarakat
Debt
Collector tidak berhak merampas motor kredit bermasalah..!!!
“Jangan
Takut Dengan Tukang Tarik Kendaraan Dari Leasing”
Batubara,Tumpas
LSM dan PERS Tumpas Kab Batu
Bara menuliskan bahwa berdasarkan sumber yang pernah dimuat oleh Kompas dan Sumber Team Hukum memberikan 6 jurus sakti dalam menghadapi debt collector alias Penagi Utang ,Cicilan
Sepeda Motor , Mobil , Perumahan , Bank, Bpr Koprasi Kartu Kerdit
Cicilan Utang anda macet.
Berikut tips dalam menghadapi mereka :
1. Sapalah dengan santun, minta mereka
menunjukan indentitas dan surat tugas. Tayakan kepada mereka siapa yang
menyuruh mereka datang dan
minta nomor telpon yang
memberi tugas para
penagih utang ini .
2.
Jika mereka
tidak bisa memenuhi permintaan mereka dan anda ragu kepada mereka persilakan mereka pergi katakan anda mau istirahat atau
sibuk dengan pekerjaan
lain .
3.
Jika
para penagi utanng bersikap
santun , jelaskan bahwa anda belum bisa mem bayar
karena kondisi keuangan anda belum
memungkinkan . sampaikan pada penagih
utang bahwa anda akan menghubungi yang terkait
langsung dengan pekara utang
piutang anda. Janga berjanji apa –apa
pada penagih utang
4.
Jika para penagih utang berdebat
meneror persilahkan mereka keluar
dari rumah anda
hubungi Pengurus Rt /Rw atau hubungi polisi sebab ini
pertada buruk para penagih utang
yang mau merampas Mobil , Motor
atau barang lain
yang anda cicil pembayarannya
5.
Jika
para penagih utang merampas barang cicilan anda . tolak dan pertahan kan barang
tetap di tangan anda. Katakan kepada mereka . tindakan merampas yang
mereka lakukan adalah
kejahatan. Mereka bisa dijerat dengan pasal 368 , 365
KUHP ayat 2.3 dan 4 junto pasal
335.
Dalam KUHP jelas disebutkan . yang berhak melakukan
yang eksekusi adalah pengadilan.jadi, apabila mau mengambil
jaminan harus membawa surat penetapan eksekusi dari
pengadilan negeri ingatkan kepada mereka. Kendaraan
cicilan anda misalnya , adalah milik anda, sesuai
dengan STNK dan BPKB. Kasus ini
adalah perdata . bukan pidana . kasus perdata diselesaikan lewat pengadilan dan bukan lewat penagih utang . itu sebabnya . polisi pun dilarang ikut campur dalam
kasus perdata .Kasus ini menjadi
pidana kalau penagih utang merampas
barang cicilan anda, meneror,atau menganiaya anda untuk
menjerat anda kerana pidana
umumnya perusaan leasing
bank ,atau koprasi akan melaporkan anda dengan
tuduhan penggelapan
Jika para penagih utang merampas
barang anda . segera kekantor
polisi dan laporkan kasusnya
bersama jumlah saksi anda .
tindakan para penagih utang ini bisa
dijerat pasal 368 dan pasal 365 KUHP ayat
2,3 dan 4 junto pasal 335
6.
Jangan
titipkan mobil atau barang
jaminan lain kepada polisi tolak
dengan santun tawaran polisi pertahankan
mobil atu barang jaminan tetap di
tangan anda sampai anda melunasi atau ada keputusan eksekusi dari pengadilan
Berkonsultasi hukumlah
kepada lembaga dan
bantuan hukum (LBH) Lembaga
Perlindungan Konsumen (LPK), komnas perlindungan konsumen dan pelaku usaha. Atau Badan Penyelesai
Sengketa Konsumen (BPSK) .
Bila anda perlu bantuan Hubungi : ARIS , Hp 0813 7580 9496
MASALAH
FIDUSIA DAN PERJANJIAN DENGAN LEASING
Tapi rupanya banyak masalah
yg muncul dr usaha ini. Kebanyakan dikarenakan adanya praktek2 curang yg
dilakukan oleh pihak Bank/Leasing
Saat aplikasi kredit kita
telah disetujui oleh pihak Bank/Leasing, maka kita diwajibkan utk membayar DP
(uang muka)
utk kredit motor DP minimal
sebesar 20% dan utk kredit Mobil DP minimalnya sebesar 25%
Selanjutnya, dilakukanlah
perjanjian kredit (akad kredit) antara debitur (konsumen) dan kreditur
(Bank/Perusahaan Leasing)
Pd tahap inilah kecurangan
Bank/Leasing dimulai. Bagi masyarakat umum yg tdk jeli sulit melihat kecurangan
ini
Namun kami ingatkan, dibalik
wajah2 ramah dan pakaian necis para pegawai tsb sebenarnya mrk sdg menjalankan
usaha yg licik dan jahat!
Dlm proses akad kredit
pernahkah pihak Bank/Leasing memberikan draft perjanjiannya beberapa hari
sebelumnya utk kita pelajari?
Tdk pernah! Bahkan jika kita
minta pun tdk akan pernah mrk berikan! Kenapa demikian?
Jawabannya sederhana. Agar
kita tdk sempat memahami dg baik apa isi dari perjanjian tsb!
Perjanjian akad kredit yg
berlembar2 itu selalu diberi pihak Bank/Leasing mendadak, sesaat seblm kt tanda
tangan
Dari gejala ini seharusnya
kita menyadari bahwa ada sesuatu yg disembunyikan dlm perjanjian tsb!
Pd kenyataannya isi dr
perjanjian itu banyak yg bersifat sepihak, merugikan konsumen, bahkan melanggar
hukum!
Inilah alasannya mengapa
Bank/Leasing tdk menerima pengacara atau polisi sbg konsumennya
Perjanjian yg kt tanda
tangani tsb disebut oleh pihak Bank/Leasing dsb sbg Perjanjian Fidusia. Apakah perjanjian Fidusia itu?
Perjanjian fidusia adlh
perjanjian hutang piutang antara kreditur dg debitur yg melibatkan penjaminan
yang kedudukannya tetap dlm penguasaan pemilik jaminan dan dibuat Akta Notaris
dan didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia”
Dg perjanjian fidusia ini
keditur (pihak pemberi kredit) memiliki hak eksekutorial langsung jk debitur melakukan
pelanggaran perjanjian
Pertanyaannya adalah, apakah
perjanjian yg kt tanda tangani saat akad kredit itu termasuk perjanjian
fidusia? Jawabannya, TIDAK!
Pernahkah dlm proses
penandatanganan akad kredit pembelian motor bahkan mobil kita dihadapkan pd
Notaris? TIDAK!
Hanya dg memberi kata2
“Dijaminkan Secara Fidusia” tdk lantas secara otomatis membuatnya mjd sebuah
perjanjian fidusia
Perjanjian yg kita tanda
tangani dg tdk dihadapan notaris itu disebut “Perjanjian Dibawah Tangan”
Msh bayak kecurangan2 lain
yg dilakukan pihak Bank/Leasing, spt skema cicilan dan penalti pelunasan yg sgt
merugikan konsumen
Sering kita temui keluhan
konsumen yg sdh melewati setengah masa termin cicilannya namun mendapati
hutangnya hanya berkurang sedikit
Namun kita akan fokus pd
konsekuensi yg harus kita hadapi saat mengalami gagal bayar. Utk lebih
memahami, mari kita buat ilustrasinya:
Jk kita kredit motor/mobil
utk jangka waktu 3 tahun. Lantas setelah memasuki tahun ketiga tiba2 kt tdk
lagi mampu membayar cicilan
Adilkah jk dlm kondisi tsb
mobil/motor kita disita? Dan benarkah motor/mobil kita boleh disita?
Ingat, sebelumnya kita sdh
membayar uang DP (20-25% dr harga) dan selama 2 tahun kita sudah membayar
cicilan dg tertib
Artinya dari sisi keadilan,
hak kita terhadap motor/mobil tsb jauh lebih besar dibanding hak pihak
Bank/Leasing (DP + cicilan 2 thn)
Terlepas dr sisi keadilan.
Dari segi hukum pun ternyata sama sekali tdk berhak menyita motor/mobil kita
itu. Mengapa demikian?
Pertama, Sebagaimana sdh
dibahas diatas bhw perjanjian yg kt tanda tangani tsb sama sekali bkn
perjanjian fidusia
Artinya pihak kreditur tdk
memiliki hak eksekutorial atas jaminan (motor/mobil)
Kedua, Dlm STNK dan BPKB
motor/mobil tsb yg tertera adalah nama kita, bukan nama Bank/Leasing
Artinya motor/mobil tsb
secara hukum sah merupakan milik kita, bukan milik Bank/Leasing.
Sedangkan hubungan antara
kita dg pihak Bank/Leasing adlh hubungan hutang piutang biasa
Ketiga, Satu2nya pihak yg
berhak melakukan eksekusi di negara ini adalah Pengadilan melalui keputusan
eksekusi pengadilan
Artinya Bank/Leasing apalagi
debt collector sama sekali tdk berhak melakukan eksekusi dg alasan apapun
Tentu saja Bank/Leasing tdk
mau menempuh proses pengadilan krn selain memerlukan biaya juga butuh waktu yg
tdk sebentar
Dan keputusan pengadilan
pasti akan memerintahkan utk dilakukan pelelangan terhadap motor/mobil kt tsb
Dimana hasil lelang harus
dibagi dua. Pertama utk membayar sisa hutang kt kpd Bank/Leasing, sisanya mjd
hak kita
Cara diatas adalah cara yg
sesuai aturan hukum dan tentu saja adil bagi kedua belah pihak. Namun
Bank/Leasing tdk menyukainya
Kalau bisa merampas semua
mengapa harus berbagi? Itulah alasan mengapa proses penyitaan sepihak spt itu
msh saja tjd
Disini kita mulai memahami
bahwa proses penyitaan motor/mobil kita tsb sesungguhnya melanggar hukum
Namun seringkali sebagai org
yg tdk tahu hukum justru kita yg ditakut2 oleh pihak Bank/Leasing
Karena tahu tdk memiliki
dasar hukum maka mrk selalu memakai tenaga pihak ketiga yaitu debt collector
Penggunaan jasa pihak ketiga
(Debt Collector) ini adalah upaya pengecut pihak Bank/Leasing utk cuci tangan..
Manakala muncul masalah
akibat proses penyitaan yg melanggar hukum tadi. Alasannya tentu saja demi
efisiensi
Penting diingat bahwa kasus
ini adalah kasus hutang piutang (Perdata) bukan kasus pidana
Jd bahkan polisi pun tdk blh
ikut campur apalagi Debt Collector. Mk jgn terkecoh oleh oknum polisi yg sering
membekingi debt collector
Point2 berikut adlh cara
bagaimana kita menghadapi debt collector dan menghindari proses penyitaan
ilegal atas barang kita:
Jk Debt Collector dtg ke rmh
atau kantor kt, sapalah dg santun, minta identitas & surat tugas. Minta
pula nmr telp pihak pemberi tugas
Jk mrk bersikap santun,
sampaikan bhw kt akan menghubungi yg terkait langsung dg perkara utang piutang.
Jgn berjanji apapun pd mrk!
Jk mrk mulai meneror,
persilahkan mrk utk keluar. Hubungi pengurus RT, RW atau tetangga sekitar
Tdk ada gunanya meminta
bantuan pd pihak polisi krn biasanya debt collector sdh menjalin kerjasama dg
oknum polisi
Yg paling ditakuti oleh debt
collector adlh massa. Jd tdk ada salahnya segera kumpulkan massa saat mrk mulai
meneror
Bila perlu teriaki mereka
maling atau rampok agar tercipta kerumunan massa secepat mungkin!
Jk mrk berusaha menyita
motor/mobil kt, tolak dan pertahankan barang tetap di tangan kita!
Sampaikan dg tegas bahwa yg
berhak melakukan eksekusi adlh pengadilan. Perbuatan mrk adlh perampasan yg
bisa dijerat pasal 335, 365, 368
Ingat! Point terpentingnya
adlh jgn membiarkan barang cicilan kita dikuasai debt collector. Jk sampai tjd
prosesnya akan jauh lbh rumit
Jd ada baiknya ungsikan sj
barang cicilan kita tsb ke tempat aman. Jgn gunakan motor/mobil kita sampai kt
mampu membayar kembali
Jd tujuannya disini adlh
bukan utk tdk membayar hutang tetapi menghindari penyitaan selama kt blm mampu
membayar
Apabila sampai harus
berurusan dg polisi, jgn sekali2 menitipkan motor/mobil kt pd polisi atau
ditinggal di kantor polisi
Tolak dg santun tawaran
polisi. Sekali lagi, pertahankan barang tetap di tangan kita sampai mampu
melunasi kembali
Dlm banyak kasus oknum
polisi justru menyerahkan motor/mobil yg kita titipkan tsb kpd pihak debt
collector
Kabarnya Inalum akan dijadikan BUMN oleh pemerintah pusat.
BalasHapusSelesaikan saja masalah ini sesuai aturan yang berlaku.
Namun bila dimungkinkan, upaya terobosan dapat diupayakan, agar pemda dan masyarakat Sumut tidak hanya mengelus dada melihat potensi daerahnya kurang terasa manfaatnya.
Tolong agar koperasi dan jenis pendanaan lainnya jangan Mengintimidasi peminjam karna kami meminjam keadaan terdesak bukan untuk menipu atau tidak niat.membayar jadi jangan menambah teror2 kami yg sedang keadaan terjepit
BalasHapus